Senin, 05 Januari 2009

PESONA BALI





Rasanya tak ada habis-habisnya cerita tentang keelokan dan pesona Bali. Itulah yang saya dan teman-teman Patun Sekkau beserta keluarga rasakan tatkala menikmati liburan di pulau dewata itu akhir tahun lalu. Tepatnya tanggal 19-21 Desember 2008. Ini liburan special karena merupakan “perintah” dan sekaligus “kebaikan hati” Kasau Marsekal Subandriyo.

Dibilang perintah karena untuk berlibur pun tentara memerlukan perintah, karena filosofinya untuk hal apapun harus ”bergerak atas perintah”. Lalu soal ”kebaikan hati”, ya jelas, karena perintahnya menyenangkan, atau membuat hati pihak yang diperintah menjadi senang. Jarang-jarang lho yang seperti itu. Biasanya perintah atasan ”menjengkelkan”, tapi karena Sapta Marga ya harus dilaksanakan.

Kembali ke pesona Bali. Pertama-tama kami mengunjungi monumen Garuda Wisnu Kencana (GWK). Meski belum beres pengerjaannya, patung raksasa kreasi pematung top Bali Nyoman Nuarte ini sunggung elok dan menakjubkan. Lalu kami menuju Pantai Kuta. Tak terlalu istimewa memang, selain karena pemandangan turis ”udo” tetap tersaji dengan gamblangnya, juga karena pembangunan aneka bangunan yang semakin menambah semrawutnya suasana. Untungnya, pesona sunset masih cukup menggoda untuk tetap bertahan di pantai ini. Malamnya free program.

Keesokan harinya dilanjutkan dengan mengunjungi Istana Tampaksiring, sebuah karya elok hasil ide dan kreasi Bung Karno sang presiden pertama Republik ini. Meski hanya menikmati halaman luar dan taman-tamannya yang elok, kami cukup puas meski diguyur gerimis yang nakal membasahi diri.

Lalu perjalananan dilanjutkan ke ke Pasar Sukowati. Ini pasar seni untuk menguji kepandaian kita menawar harga barang yang dijual. Ternyata nawar separo dari harga yang ditawarkan penjual (sebagaimana lazimnya) termasuk langkah yang tak elok, yang benar tawarlah harga di sana di bawah sepertiga harga yang ditawarkan! Ga usah malu daripada nyesel setelah itu.

Dan gong pamungkas mengunjungi tujuan wisata ”wajib”: Tanah Lot. Sayang sore itu air laut sedang pasang, sehingga tak bisa menaiki pulau karang tempat Pura Kuno Tanah Lot berdiri dengan agungnya. Tak bisa dipungkiri, setuju atau tidak, suka atau tidak, Bali memang identik dengan pariwisata sebagai industri, termasuk budayanya. Maka, jangan kaget jika ada seekor ular kecil yang diberi nama ”ULAR SUCI” sehingga untuk melihatnya pun kita harus merogoh kocek – meski tak mahal – seribu perak. Setelah melongok, walah, ya Cuma ular kecil belang-belang mlungker di ceruk bebatuan seperti goa di pinggir pantai Tanah Lot. Malamnya kami dinner di Pantai Jimbaran. Very delicious, of course, but so expensive!

Yang pasti, tujuan perintah Kasau tercapai: berlibur, atau nama kerennya ”REKREASI” benar-benar membuat badan fresh dan kelak kembali ke kantor bisa berkreasi lagi (re-creation).***

2 komentar:

Ayumi Galuh mengatakan...

Tanah Lot memang memukau...
http://www.tanahlot.net

smart institute mengatakan...

yes! anda yang orang Bali aja bilang memukau, apalagi saya dan orang lain dari luar Bali, wow, super memukau! tanks komentarnya, dan saya ingin masukan banyak dari anda tentang blog saya ini.

salam hangat,

agussmart