Senin, 09 Juni 2008

MEMAHAMI PASANGAN AGAR TETAP BAHAGIA


Dalam suatu pembicaraan dengan rekan-rekan SMA, yang sekarang mereka rata-rata sudah memiliki anak yang sudah besar bahkan ada yang sudah memiliki cucu, muncul keluhan dari mereka tentang kehambaran saat bercinta dengan pasangannya. Dari cerita-cerita tersebut, ada yang sudah lama mengalami masalah setelah berhubungan intim dengan pasangan suami atau istrinya dan nampaknya rata-rata mereka belum dapat memahami perasaan pasangannya masing-masing khususnya setelah bercinta. Kenikmatan yang didapat usai bercinta tidak berlanjut pada kehidupan selanjutnya, bahkan berujung pada kehilangan daya tarik dari pasangannya.

Bukan Obat Kuat

Secara umum kalau kita analisa dari kebiasaan setelah bercinta, pria umumnya mengantuk, sedangkan wanita ingin terus dibelai dan jarang yang bisa menikmati sensasi lain setelah bercinta.

Ada yang mengatakan, sebetulnya yang dibutuhkan para suami untuk membahagiakan istri bukan obat kuat yang bisa membangkitkan gairah dan meningkatkan stamina selama berhubungan seks, tetapi para istri lebih membutuhkan ‘obat’ yang bisa membuat suaminya tetap mesra dan penuh gairah, justru setelah bercinta.

Itu artinya, bagi wanita after sex pun sebenarnya tak kalah pentingnya dengan ‘kehebohan’ foreplay atau performa suami selama berhubungan intim. Bahkan aktivitas seks yang serupun bisa berakhir dengan kekecewaan jika tanpa basa-basi suami langsung terlelap. Padahal menikmati sensasi bercinta bisa mempertebal rasa cinta mereka berdua.

Visual

Dari penelitian dalam Hot Erotic Stories and Sex Tips to Light a Couple’s Fire, pria adalah makhluk yang sangat visual, sedangkan wanita sangat emosional. Wanita senang mendapat sentuhan sayang dan emosi berperan penting untuk kehidupan seks yang baik. Sementara bagi pria, gairah itu muncul dari apa yang dia lihat.

Begitupun setelah berhubungan intim, pria merasa tugasnya telah selesai, sehingga ada kecenderungan untuk langsung tidur lelap. Padahal banyak wanita justru masih ingin disayang-sayang, dipeluk ataupun dibelai. Tidak seperti pria yang gampang sekali mengantuk dan capai, wanita rata-rata lebih bersemangat setelah bercinta.

Menurut Ken Giuffre, yang meneliti perubahan otak pada pria menjelang orgasme, otak pria menghasilkan kadar dopamine yang sangat tinggi. Dopamine adalah neurotransmiter yang berpengaruh langsung pada sistem motorik atau gerakan. Setelah orgasme, dopamine akan menurun drastis, tetapi pada saat yang sama kadar oxytocin di dalam otak pria meningkat. Itulah yang membuat pria merasa rileks. Sayangnya testosteron tinggi di otak pria ini menganulir oxytocin tersebut, sehingga pria lebih ingin tidur ketimbang mengekspresikan kasih sayangnya kepada pasangan.

Sebaliknya, usai berhubungan intim, tubuh wanita ternyata memberikan respon fisiologis yang berbeda. Meski mengalami peningkatan kadar oxytocin juga, hormon estrogen membuat wanita lebih responsif terhadap oxytocin. Akibatnya, mereka memiliki dorongan yang lebih tinggi untuk mancari kontak fisik dan mengabaikan rasa kantuk.

Habis-habisan

Dengan pemahaman terhadap proses fisiologis maupun kondisi psikologis masing-masing seharusnya kekecewaan perlakuan dan sikap yang berkurang dalam memperhatikan pasangan lebih mesra dapat dihindari, karena persoalan sekecil apapun namun menjadi sangat sensitif bisa berlangsung lama. Hal tersebut biasanya melakukan hubungan intim lagi bila ada yang merasa dikecewakan. Memang, tidak sedikit kasus dimana usai bercinta, istri juga kelelahan dan langsung tidur. Biasanya ini terjadi kalau cara bercinta mereka ‘habis-habisan’.

Adapula para pria yang usai bercinta masih bisa menahan kantuk dan ini terjadi jika kondisi mereka benar-benar fit dan aktivitas seksual mereka tidak terlalu banyak menguras energinya. Ada beberapa wanita merasa senang melihat suaminya masih ngemil sambil nonton TV seusai bercinta sementara istrinya sudah lelap tidur. Namun adapula pasangan yang seusai bercinta, mereka malah asyik mengisi waktunya untuk ngobrol dan bercanda. Bahkan karena gara-gara menggelitik pasangannya, bergairah kembali. Hanya saja menurut para ahli, keinginan pada putaran kedua yang penuh gairah, bagi pria akan semakin berkurang dengan bertambahnya usia maupun perkawinan.

Untuk menjaga kemesraan saat mengobrol, pastikan keduanya merasakan kenyamanan. Adakalanya kemanjaan di dada atau menatap mata sambil menyandarkan kepala ke bahu merupakan hal yang menyenangkan. Ataupun ngobrol sambil makan makanan ringan atau camilan menjadi media komunikasi ringan yang bisa berarti dalam mempererat hubungan suami istri. Karena percakapan semacam ini akan membuat suami tahu, betapa istri merasa nyaman bersamanya, hingga meningkatkan kedekatan suami istri. Usahakan agar topik pembicaraan bukan yang berat-berat agar tak merusak suasana. Selain ngobrol, kegiatan lain yang bisa suami istri lakukan adalah mandi bersama, berendam di air hangat atau mandi di bawah shower yang dapat menyegarkan tubuh dengan saling mengusapkan sabun wangi. Setelah itu bisa saja bergelum mesra di tempat tidur dan terbang bersama ke alam mimpi.

Nyaman

Tetapi bagi mereka yang sulit memejamkan mata, perlu menyibukkan diri dengan aktivitas ringan yang paling disukai seperti membaca buku, menonton televisi, mendengarkan musik sambil melamun, menyelesaikan tugas rumah atau kantor yang belum selesai. Adapun yang dilakukan suami istri ketika bercinta, yang terpenting adalah bila keduanya merasa nyaman.

Seperti halnya saat membangkitkan gairah, dari hasil penelitian pria lebih suka menonton film erotis karena organ-organ penglihatan pria lebih dominan dalam memicu impulsif saraf, sedangkan wanita lebih suka membaca cerita erotis karena lebih sensitif terhadap sesuatu yang lebih berefek psikologis daripada fisik. Walaupun tidak selamanya demikian, umumnya rangsangan terpadu akan lebih baik bagi pasangan yang ingin menjaga kemesraannya dalam berumah tangga.

Pada wanita sekalipun tidak terangsang saat menonton film, organ seksnya menurut penelitian tersebut mengatakan “ya”, hal tersebut setelah dilakukan dengan menggunakan suatu alat berupa instrumen photopletysmograph seukuran tampon. Alat tersebut mencatat peningkatan suhu, produksi cairan, dan kontraksi otot pada semua vagina wanita.

Dari permasalahan yang kita bahas dapat digambarkan bahwa tiap pasangan mungkin memiliki perbedaan kebiasaan. Apa yang cocok dan terbaik bagi satu pasangan, namun belum tentu sesuai dan baik bagi pasangan lainnya. Untuk itu penting sekali adanya komunikasi antara suami dan istri, termasuk masalah seks. Mungkin awalnya satu sama lain belum saling memahami, tetapi dalam suatu hubungan yang baik, hal tersebut bisa dibicarakan secara terbuka dan terus terang. Solusi yang diambilpun harus bersifat win-win solution bagi kedua belah pihak selaku suami istri. Namun yang jelas bila suami istri saling terbuka untuk mengemukakan apa yang suami sukai atau sebaliknya bagi sang istri, perlu saling ditanyakan. Bila kebetulan minat suami atau istri klop tentu tidak menjadi masalah. Tetapi jika berbeda, diskusikan jalan keluar terbaik agar salah satu tidak merasa ada yang mengganjal dalam kehidupan seks bersama.

Tidak ada alasan untuk tidak menemukan solusi selama ada kemauan. Kompromi harus tetap dilakukan, misalnya dengan saling bergantian memenuhi keinginan pasangan. Kalau sudah merupakan perjanjian untuk saling bergantian memenuhi keinginan pasangan, hal itu harus dilakukan tanpa saling kesal. Dalam hal ini, cinta juga berperan. Bila ada cinta, kita akan mau bersusah payah untuk orang yang dicintai, kita mau melakukan apa yang diperlukan untuk membuat suasana menyenangkan, kalau lebih cinta pada diri sendiri, pasti hanya ingin mencari kesenangan untuk dirinya sendiri.

Mengupayakan kehidupan seks yang memuaskan bagi berdua, tentu membutuhkan upaya yang lebih besar ketimbang mencari kepuasan bagi satu pihak saja, baik untuk diri sendiri maupun pasangannya. Tetapi jika hubungan seks kedua belah pihak memuaskan, kebahagiaan tentunya akan dirasakan bersama. Hal tersebut akan terpancar dan membuat hidup menjadi lebih bergairah sepanjang hari. Semoga demikian pula yang dialami anda…..!

(Herry, bulletin “Psyche” No.71, Maret 2008)