Minggu, 17 Januari 2010

LARUT

Materi obrolan di forum tetangga semakin seru dan menderu-deru. Ada tentang gerhana matahari cincin. Lalu merambat ke reality shows layar televisi di istana penjara Pondok Bambu, hingga Century Gate yang semakin mengeras. Liar menjalar. Merambahlah ke belantara dunia warna-warni Fesbuk. Ada yang menjaga jarak, hati-hati banyak kasus lho. Begitu katanya. Hingga ada yang mengatakan bahwa nggak semua informasi itu adalah kebenaran. Hah… bapak-bapak juga kalau sudah ngumpul bawel juga. Bawel memang unisex, tidak punya genre ataupun status. Tetapi muncul bagai turunnya hujan ketika kesamaan sosial mengapung ke permukaan. Maka penimpalan mengembang bukan basa-basi. Yang sekarang sudah jadi go a head. Tapi bisa-bisa sampai masuk angin. Ehem!

Salah satu di antara peserta forum, tiba-tiba mengatakan kalau dirinya skeptis terhadap segala macam hal. Dialah sang peragu. Meragukan segala hal. Baginya, saya tidak tahu adalah dianggap sudah menjadi ketentuan pengetahuan dan nasib manusia. Menurut pandangan skeptisme, manusia tidak mungkin dapat mengetahui sesuatu dengan pasti. Aku terperangah dengan mulut sedikit menganga. Kalimat yang terlalu serius untuk sebuah bla-bla-bla bertetangga. Tapi pernyataan itu merayap diam-diam di dinding pemikiran. Penampakannya mengganggu konsentrasi hingga membuat kesadaran tidak bisa tidur nyenyak malam itu. Terus terngiang, membayang samar memetakan kata skeptis yang berkilatan di malam yang semakin larut walau sudah berselimut. Meragukan kepenasaranan.

Gelitik yang terselip itu merubah tanda tanya menjadi energi kinetik. Mencuri waktu, besok malamnya aku pun googling. Berbahagialah, karena apa yang aku rasakan adalah hal yang lumrah. Walau aku belum sepenuhnya percaya. Buktinya Divan Semesta menceritakan pengalaman pribadinya yang mirip sekali denganku. Diapun menuliskannya panjang dan detail. Berikut adalah nukilan hasil pendalamannya yang begitu menggairahkan di openmindmagz.com.

Skeptis adalah fundamen terpenting dan terbaik dalam melakukan penjagaan diri kita. Skeptis adalah sebuah penetapan diri kita sebagai otonomi penuh sebuah ruh dan tubuh! Skeptis adalah sebuah tali besi yang akan menjaga kita untuk tidak dibohongi karena dibohongi itu tidak enak, dan sebaliknya jika kita skeptis, akan ada banyak hikmah yang bakal kita dapatkan. Jika kita skeptis maka kita bakal mempertimbangkan segala badai informasi yang berusaha menembus keyakinan diri. Skeptis adalah sebuah benteng pelindung paling tebal terhadap segala macam bentuk doktrinasi, saat orang lain mengangguk-angguk di hadapan hegemoni kata, yang membantu melapisi keanehan dan ketidak rasionalan sebuah pemikiran. Skeptis adalah sikap yang menempatkan keadilan di atas solidaritas semu persahabatan dan kekeluargaan. Ia akan mengkondisikan diri kita untuk tidak memberikan seratus persen kepercayaan kepada manusia manapun, bahkan pada orang yang terdekat dengan diri kita. Ketidakpercayaan itu akan menjaga kita untuk menyamakan porsi keadilan di hadapan sebuah kasus, yang melibatkan orang yang baru kita kenal dengan sahabat dan keluarga yang mencintai kita. Sikap skeptis seperti itulah, yang akan menjaga kita dari kejahatan terhadap kepercayaan mutlak kepada manusia. Sikap skeptis seperti itulah yang akan membentuk diri menjadi individu yang memiliki kekuatan fikir dan mental, mengembalikan kepercayaan diri untuk meludahi dan menggergaji segala macam bentuk doktrinasi dan hegemoni. Menghancurkan perbudakan manusia terhadap manusia lainnya, untuk kemudian mengembalikan kepatuhan kita kepada Rasul dan penghambaan diri kita kepada Tuhan Semesta.

Sementara itu, parapemikir.com dalam artikelnya tentang skeptis mengatakan bahwa sesungguhnya manusia dalam beberapa hal mampu mengetahui hakikat kebenaran itu 100% dan dalam hal lainnya tidak akan mampu mengetahuinya.

Akhir pekan larut diaduk malam dingin, setelah sore disemprot hujan. Basah masih menggenang di tanah. Mata masih sulit terpejam sampai keyboard ini mengalirkan kata. Seperti kata parapemikir.com, kita tidak bisa mempercayai panca indra dan rasio untuk dijadikan sandaran pengetahuan, karenanya kita tidak mempunyai sandaran maka secara otomatis kita sebagai manusia tidak mungkin bisa mengetahui segala sesuatu itu dengan pasti. Kembali, saya tidak tahu adalah sudah menjadi ketentuan nasib manusia.

Aku mengalami pelainan diri. Kata-kata yang terguncang. Terasa sangat jelas. Seperti gelapnya malam. Larut.***

by: Afz on Web

Tidak ada komentar: